Sebagai “Translator” peran seorang instruktur outbound training tidaklah sesederhana hanya menjadi pengajar teknis dan merancang pengalaman, namun lebih dari itu ia harus mampu menjadi jembatan anatar peserta outbound training dan pengalaman itu sendiri. Hal ini bukan sekedar bentuk intervensi biasa, namun sejalan dengan bidang abu-abu antara apa yang disebut dengan indokrinasi dan pernyataan akan keterlibatan dalam kelompok outbound training.
Tantangan dalam memfasilitasi suatu proses pelatihan outbound training adalah mampu memberikan makna dan signifikasi yang nyata serta mampu menularkan perubahan sikap pada peserta outbound training. Fasilitasi bukan di implementasikan sebagai keterlibatan pengalaman peserta bagi instruktur. Tetapi lebih pada melibatkan stimmulasi pikiran bagi para peserta menuju pemahaman akhir.
Beberapa hal yang perlu di perhatikan dalam pengembangan transfer of learning :
- Program disusun lebih dari sekedar pemberian games; yang berkaitan dengan kehidupan para peserta.
- Instruktur outbound training perlu melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar menyediakan waktu bila untuk refleksi dan menumbuhkan perkembangan dalam generalisasi dalam rangka memfasilitasi transfer,
- Transfer akan lebih bermakna bila situasi pemecahan masalah dan tanggung jawab peserta dapat di rencanakan sesuai dengan konsekuensinya,
- Memainkan pengulangan peran yang signifikan dan mentransfer pengetahuan atau pelajaran.
- Tidak ada pengganti yang lebih baik bagi seorang instruktur outbound dalam menyediakan model yang baik atas apa yang ia berikan, di bandingkan dengan harapan implisit dan peserta ‘to do likewise”